Perawat, yang dalam Bahasa Inggris disebut Nurse (baca: Ners), adalah profesi kesehatan yang memberikan pelayanan profesional kepada seorang individu, keluarga (family), kelompok (group) atau masyarakat (community) baik dalam keadan sehat maupun sakit, mencakup seluruh rangkaian proses kehidupan manusia mulai dari kehamilan seorang ibu, proses melahirkan, bayi baru lahir, bayi kurang dari tiga tahun (Batita), bayi kurang dari lima tahun (Balita), anak sekolah, remaja, dewasa lanjut usia, hingga berakhirnya kehidupan. Demikian definisi tentang perawat dan pelayanan keperawatan seperti ditulis dalam literatur keperawatan dan juga diakomodir dalam Undang-undang Keperawatan (UU nomor 38 tahun 2014). Pada prakteknya, perawat bekerja di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, laboratoiium kesehatan, institusi pendidikan, Balai Pelatihan Kesehatan, Kantor Dinas Kesehatan, homecare, praktik mandiri, dan lain-lain. Di rumah sakit, perawat adalah tenaga kesehatan yang 24 jam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. Perawat lazim bekerja dalam tiga shift; dinas pagi (jam 07.00-15.00), dinas sore (jam 14.00-22.00) dan dinas malam (jam 21.00-07.00). Tentu tidak demikian perawat yang bekerja di Puskesmas yang umumnya hanya dinas pagi, kecuali Puskemas Dengan Tempat Perawatan yang juga memiliki dinas pagi, sore dan malam..
Di kalangan tenaga kesehatan yang diakui resmi oleh negara, baik yang tercantum dalam Undang-undang Tenaga Kesehatan (UU nomor 36 tahun 2014) dan peraturan perundang-undangan lainnya, perawat adalah tenaga kesehatan dengan populasi terbesar. Hampir 50% dari 40 juta tenaga kesehatan di dunia adalah perawat (WHO, 2016). Di Indonesia, sekitar 40% dari 1,9 juta tenaga kesehatan termasuk tenaga penunjang kesehatan adalah perawat. Dan di rumah sakit, 50-60% tenaga kesehatan juga adalah perawat. Lihat sistem Informasi SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang dapat diakses pada link https://sisdmk.kemkes.go.id/ . Dapat dikatakan, baik buruknya pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, banyak dipengaruhi oleh kualitas pelayanan keperawatan, karena perawat adalah tenaga yang paling sering dan paling lama berinteraksi dengan pasien dan keluarga. Coba perhatikan fakta di lapangan, di Poliklinik rumah sakit, di klinik swasta, di praktik pribadi, yang bertugas memanggil pasien dan memeriksa tekanan darah, mengukur tinggi dan berat badan pasien, adalah perawat. Yang memasang inus, memasang kateter, memberikan obat, membantu memberikan makan minum pasien, membantu mandi dan buang air pasien juga adalah perawat. Adakah profesi kesehatan lain yang membantu nyebokin pasien?
Dengan jumlah populasi yang besar dan begitu banyaknya pekerjaan yang dilakukan oleh perawat dalam pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit, apakah profesi keperawatan disebut-sebut memiliki andil besar dalam pelayanan kesehatan dan menjadi indikator kualitas pelayanan kesehatan? “Belum..” ujar Apri Sunadi, Bendahara Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesisa (DPP PPNI) dalam sambutannya dalam acara Pelatihan Jurnalistik Praktis yang diselenggarakan oleh DPP PPNI untuk para pengurus DPW PPNI Provinsi seluruh Indonesia di Hotel Tamarin Jakarta hari Sabtu-Minggu (27-28 Agustus 2022) lalu yang juga diikuti oleh penulis.
Kegiatan Pelatihan Jurnalistik Praktis bagi perawat yang ditaja oleh DPP PPNI dinilai sangat penting untuk mempersiapkan SDM Keperawatan yang memiliki kemampuan jurnalistik untuk menyuarakan kepentingan perawat dan promosi kesehatan pada masyarakat luas. “Keterampilan jurnalistik praktis ini penting sekali untuk organisasi profesi perawat, karena banyak isu-isu seputar perawat dan PPNI yang harusnya bisa tersampaikan kepada masyarakat secara lebih masif. Selama ini perawat lebih banyak hanya menulis laporan ‘asuhan keperawatan’ (yang hanya dibaca oleh kalangan terbatas-red), tapi saat ini juga penting ditambah dengan kemampuan lain seperti menulis karya jurnalistik,” ujar Apri Sunadi.
Apakah perawat selama ini belum memiliki kemampuan jurnalisitik dan belum memiliki media massa untuk menampilkan karya jurnalistikya? Tentu saja tidak. Sudah lama para perawat secara individual atau dalam sebuah “badan hukum” (CV, PT, Yayasan) mengadakan kegiatan jurnalistik, terutama media online karena ini jenis media yang mudah dan murah untuk diselenggarakan dibandingkan media cetak konvensional seperti koran dan majalah. Tinggal search di mesin pencari dengan kata kunci “perawat’ atau “ners”, akan muncul media-media massa yang dimiliki atau diselenggarakan oleh perawat. Belum lagi media sosial seperti facebook, instagram, YouTube, TikTok dan sebagainya yang kini menjamur.
Pertanyaannya, seperti yang terkandung dalam judul tulisan ini, apakah media massa dan/atau media sosial yang dimiliki oleh perawat telah menghasilkan “cuan” seperti Youtuber Raffi Ahmad, Deddy Corbuzier, Atta Halilintar, Baim Wong, Ria Ricis, dll yang menghasilkan pendapatan milyaran rupiah per bulan? Mungkin terlalu ambisius jika membandingkan dengan para selebritis papan atas ini. Tetapi untuk sebuah motiviasi, adalah hal yang positif jika belajar dari para pendahulu yang telah sukses.
Untuk bisa menghasilkan uang, media massa dan juga media sosial harus memiliki banyak pembaca, pengikut (follower), dan pendaftar (subssriber) termasuk like dan comment pada berita dan status media sosial, sehingga pemilik modal bersedia pasang iklan dan seperti contoh pada Youtube, bisa mendapatkan “monetisasi” jika subsrciber telah mencapai minimal 1000 orang. Disinilah potensi profesi perawat itu. Saat ini jumlah perawat yang terdaftar sebagai anggota PPNI adalah sekitar 760.027 orang (Azzam, Ketua DPP PPNI Bidang Sistem Informasi, 2022). Jika seperempat saja dari jumlah tersebut menjadi subscribser channel Youtube perawat, sudah hampir 200.000 orang subsrciber yang dimiliki. Apalagi jika terus berkembang dan mencapai jutaan subscriber dengan mendapatkan follower dan subscriber dari 200 juta lebih pengguna internet asal Indonesia dan milyaran pengguna internet dunia, bukan tidak mungkin cita-cita perawat menjadi salah seorang “selebritis” papan atas bisa terwujud.
Perawat adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Jika perawat mampu menampilkan images yang positif di benak masyarakat, apresiasi berupa like, comment dan subsrcibe di media sosial rasanya bukan sesuatu yang sulit untuk diperoleh. Di penghujung 2016, Ipsos MORI merilis data penelitian mengenai profesi-porfesi paling dipercaya di muka bumi. Indikatornya ditunjukkan dengan angka persentase. Semakin besar persentasenya semakin tinggi tingkat kepercayaan profesi tersebut. Sebaliknya, semakin kecil persentase semakin rendah tingkat kepercayaannya. Hasilnya, perawat (nurse) menduduki posisi teratas dari seluruh profesi paling umum di dunia (Liputan6.com, 2016). Citra baik di tingkat dunia ini mesti dipelihara dan juga diwujudkan di Indonesia.
Karena ini upaya atau kegiatan yang berpotensi mendegradasi atau mereduksi citra perawat harus diakhiri dan diawasi dengan ketat. Baik yang dilakukan dengan sengaja oleh perawat sendiri maupun pihak lain, termasuk yang tanpa sengaja dilakukan oleh insan perfiliman. Seperti misalnya, film-film bertema horor yang menyebut perawat di dalamnya seperti film ”Suster Ngesot”, “Suster Keramas” dll, tidak boleh ada lagi.
Keberhasilan itu tentu tidak bisa terwujud secara instan. Perlu kerja keras dalam membuat konten yang baik, menarik, dan disukai khalayak. Mungkin keterampilan sebagai “content creator”, seperti fotografi, sinematografi, desain grafis, penggunaan kamera, audio dan video editing serta penulisan naskah juga perlu dimiliki oleh perawat yang sedang dan akan menekuni media massa dan media sosial, terutama yang ingin menghasilkan cuan di bidang tersebut.
Penulis: Dr. Ibnu Rusdi, SKp, M.Kep
Perjuangan Honorer Jadi ASN Semakin Bergulir Rabu, 07 Sep 2022, 12:56:25 WIB, Dibaca : 162 Kali |
Pelantikan Bapena DPW PPNI DKI Jakarta: Bentuk Nyata Hadirnya Perawat Minggu, 17 Nov 2024, 22:31:21 WIB, Dibaca : 104 Kali |
Gelar Rapat Pleno, PPNI Sulsel Siap Hadirkan Program Kerja Berkualitas Sabtu, 03 Sep 2022, 19:04:31 WIB, Dibaca : 216 Kali |